BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak
kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakam laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai
macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Kuznets dan Sirojuzilam mendefinisikan pertumbuhan
ekonomi sebagai “Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk
menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah
sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang
diperlukan”.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi
stabil tidaklah pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata
uang 2 sisi, kadang dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil.
Untuk mencapai inilah diperlukan kebijakan moneter.
Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro
ke kondisi yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur
dengan menggunakan indicator-indikator makro utama seperti terpeliharanya
pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan
menurunnya tingkat pengangguran.
Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang
kegiatannya bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu
melaksanakan kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan system
perkreditan secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi
ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan.
Kebijakan moneter tujuannya adalah untuk mencapai
stabilisasi ekonomi. Berhasil tidaknya tujuan dari kebijakan moneter tersebut
dipengaruhi oleh dua faktor, pertama: kuat tidaknya hubungan kebijakan moneter
dengan kegiatan ekonomi tersebut, kedua: jangka waktu perubahan kebijakan
moneter terhadap kegiatan ekonomi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
paparan pada latar belakang, maka terlihat pentingnya pemahaman mengenai Apa
yang dimaksud kebijakan moneter, apa tujuan dari kebijakan moneter dan apakah
kebijakan moneter memiliki dampak terhadap perekonomian Pemahaman tentang
analisis kebijmaakan moneter akan menjadi lebih penting bagi Indonesia.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan
dari kebijakan moneter
2. Mengetahui
jenis – jenis kebijakan moneter
3. Mengetahui hal
– hal yang perlu di perhatikan dalam kebijakan moneter
D. Manfaat
1. dapat mengetahui berbagai macam
instrument kebijakan moneter dalam mengatasi masalah keungan
2. dapat menambah pengetahuan mengenai
konsep kebijakan moneter
3. memberikan kontribusi di masa depan
dalam mengembangkan kebijakan moneter atas hasil evaluasi dari penerapannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter yaitu suatu usaha dalam mengendalikan
keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui
pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian atau langkah pemerintah
untuk mengatur penawaran uang dan tingkat bunga. Kebijakan moneter dapat
melibatkan mengeset standar bunga
pinjaman,
"margin
requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui
negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan
yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni
menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat
dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer
pada sektor riil.
B. Tujuan Kebijakan Moneter
Tujuan dari kebijakan moneter adalah sebagai berikut ini:
a. Menjaga kestabilan ekonomi artinya
pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan
jasa yang tersedia.
b. Menjaga kestabilan harga yaitu harga
suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan
jumlah uang yang tersedia dipasar.
c. Meningkatkan kesempatan kerja yaitu
pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk
menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan
kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja mayarakat.
d. Memperbaiki neraca perdagangan kerja
masyarakat yaitu dengan jlan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar
negeri yang masuk kedalam negeri atau sebaliknya.
1. Kestabilan harga
Apabila
kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat.
Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan
harga yang akan masa depan.
2. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca
pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu
Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering
melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai
keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
a. Indepensi Bank Sentral.
b. Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang
bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur tangan dari pemerintah. Namun
demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah,
misalnya melalui kebijakan fiscal.
c. Fokus terhadap sasaran.
d. Pengendalian inflasi hanyalah salah
satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai oleh Bank Sentral.
Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran pengendalian
inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca
pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan
sasaran lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
e. Capacity to forecast inflation.
f. Bank Sentral mutlak harus mempunyai
kemampuan untuk memprediksi inflasi secara akurat, sehingga dapat menetapkan
target inflasi yang hendak dicapai.
g. Pengawasan instrumen
h. Bank Sentral harus memiliki
kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan moneter.
i.
Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
j.
Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan
transparan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan
semakin meningkat.
C. Jenis-jenis
kebijakan moneter
Dalam prakteknya, untuk menerapkan semua jenis kebijakan
moneter alat utama yang digunakan adalah memodifikasi jumlah uang primer yang
beredar. Otoritas moneter melakukan hal ini dengan membeli atau menjual aset
keuangan (biasanya kewajiban pemerintah). Ini operasi pasar terbuka berubah
baik jumlah uang atau likuiditas (jika bentuk cair kurang dari uang yang dibeli
atau dijual). The multiplier effect perbankan cadangan fraksional memperkuat
dampak dari tindakan. transaksi pasar Konstan oleh otoritas moneter
memodifikasi pasokan mata uang dan ini dampak variabel pasar lain seperti suku
bunga jangka pendek dan nilai tukar.
Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
o Kebijakan Moneter Ekspansif /
Monetary Expansive Policy yaitu suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah
uang yang beredar disuatu Negara, apabila tidak ada kebijakan ini maka jumlah
uang di suatu negara akan menipis sehingga transaksi atau jual beli disuatu
negara akan terganggu.
o Kebijakan Moneter Kontraktif/ Monetary
Contractive Policy yaitu suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah
uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan
instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
o Operasi Pasar Terbuka (Open Market
Operation)
o Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
o Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang
beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum
terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral.
Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank
sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang
beredar berkurang.
o Rasio Cadangan Wajib (Reserve
Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang
beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan
pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan
rasio.
o Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur
jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar
bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar
pada perekonomian.
D.
Fungsi Kebijakan Moneter
Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan
yang diambil oleh pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi
jumlah uang yang beredar.
Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai
kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun
kebijakan fiscal digunakan dalam pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun
pada saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan
untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mempengaruhi
jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan uang ketat dan
kebijakan uang longgar.
1. Tight Money Policy, yaotu kebijakan
Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara :
a. Menaikan suku bunga
b. Menjual surat berharga
c. Menaikan cadangan kas
d. Membatasi pemberian kredit
2. Easy Money Policy, yaitu kebijakan
yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan
cara :
a. Menurunkan tungkat suku bunga
b. Membeli surat-surat berharga
c. Menurunkan cadangan Kas
d. Memberikan kredit longgar.
Macam-macam
kebijakan moneter yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka, kebijakan
Cadangan Kas, kebijakan Sanering dan kebijakan Devaluasi Tertra Revolusi.
E. Hal – hal yang Perlu Diperhatikan dalam
Kebijakan Moneter
1. Inflasi Penargetan
Berdasarkan pendekatan kebijakan target adalah untuk menjaga
inflasi , di bawah sebuah definisi tertentu seperti Indeks Harga Konsumen ,
dalam kisaran yang diinginkan. Target inflasi ini dicapai melalui penyesuaian
berkala kepada Bank Sentral suku bunga target. Tingkat bunga yang digunakan
adalah umumnya tingkat antar bank di mana bank meminjamkan kepada satu sama
lain semalam untuk keperluan arus kas. Tergantung pada negara ini tingkat bunga
tertentu yang bisa disebut uang bunga atau sesuatu yang serupa.
Target suku bunga dipertahankan untuk jangka waktu tertentu
menggunakan operasi pasar terbuka. Biasanya durasi bahwa target suku bunga
dipertahankan konstan akan bervariasi antara bulan dan tahun. Target suku bunga
biasanya ditinjau secara bulanan atau kuartalan oleh komite kebijakan.
Perubahan target suku bunga dibuat sebagai tanggapan
terhadap berbagai indikator pasar dalam upaya untuk memperkirakan tren ekonomi
dan dengan demikian pasar tetap pada jalur untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan. Sebagai contoh, satu metode sederhana inflation targeting disebut
aturan Taylor menyesuaikan tingkat suku bunga sebagai respon terhadap perubahan
dalam tingkat inflasi dan kesenjangan output . Aturan diusulkan oleh John B.
Taylor dari Universitas Stanford .
Penargetan inflasi pendekatan untuk pendekatan kebijakan
moneter ini dipelopori di Selandia Baru. Hal ini saat ini digunakan di
Australia , Brazil , Kanada , Chile , Kolombia , yang Republik Ceko , Selandia
Baru , Norwegia , Islandia , Filipina , Polandia , Swedia , Afrika Selatan ,
Turki , dan Inggris .
2. Harga Penargetan Tingkat
Harga penargetan tingkat mirip dengan inflation targeting
kecuali bahwa pertumbuhan CPI dalam satu tahun atas atau di bawah target
tingkat harga jangka panjang adalah offset pada tahun-tahun berikutnya sehingga
tingkat harga yang ditargetkan tercapai dari waktu ke waktu, misalnya lima
tahun, memberikan kepastian lebih lanjut tentang masa depan kenaikan harga
kepada konsumen. Dalam inflation targeting apa yang terjadi pada tahun-tahun
terakhir segera tidak diperhitungkan atau disesuaikan dalam tahun berjalan dan
masa depan.
3. Agregat
Moneter
Pada 1980-an, beberapa negara menggunakan pendekatan yang
didasarkan pada pertumbuhan konstan dalam jumlah uang beredar. Pendekatan ini
disaring untuk memasukkan kelas yang berbeda dari uang dan kredit (M0, M1 dll).
Di Amerika Serikat ini pendekatan kebijakan moneter dihentikan dengan pemilihan
Alan Greenspan sebagai Ketua Fed. Pendekatan ini juga kadang-kadang disebut
monetarisme . Sementara kebijakan yang paling moneter berfokus pada sinyal
harga satu bentuk atau lain, pendekatan ini difokuskan pada jumlah moneter.
4. Nilai Tukar Tetap
Kebijakan ini didasarkan pada mempertahankan nilai tukar
tetap dengan mata uang asing. Ada berbagai tingkat nilai tukar tetap, yang
dapat peringkat dalam kaitannya dengan cara kaku kurs tetap adalah dengan
bangsa jangkar.
Di bawah sistem nilai fiat tetap, pemerintah daerah atau
otoritas moneter menyatakan nilai tukar tetap tetapi tidak aktif membeli atau
menjual mata uang untuk mempertahankan tingkat. Sebaliknya, tingkat dipaksakan
oleh-konvertibilitas tindakan-tindakan non (misalnya kontrol modal , impor /
lisensi ekspor, dll). Dalam hal ini ada tingkat pasar gelap tukar dimana
perdagangan mata uang pada pasar / nilai tidak resmi.
Di bawah sistem fixed-konvertibilitas, mata uang dibeli dan
dijual oleh bank sentral atau otoritas moneter setiap hari untuk mencapai nilai
tukar target. Tingkat mungkin target tingkat tetap atau sebuah band tetap di
mana nilai tukar dapat berfluktuasi sampai otoritas moneter campur tangan untuk
membeli atau menjual yang diperlukan untuk mempertahankan nilai tukar dalam
band. (Dalam kasus ini, nilai tukar tetap dengan tingkat tetap dapat dilihat
sebagai kasus khusus dari kurs tetap dengan band-band di mana band-band yang
diatur ke nol.)
Di bawah sistem nilai tukar tetap dikelola oleh suatu dewan
mata uang setiap unit mata uang lokal harus didukung oleh unit mata uang asing
(mengoreksi nilai tukar). Hal ini memastikan bahwa basis moneter lokal tidak
akan mengembang tanpa didukung oleh mata uang keras dan menghilangkan segala
kekhawatiran tentang berjalan di mata uang lokal dengan mereka yang ingin
mengkonversi mata uang lokal ke mata uang (jangkar) keras.
F.
Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia
Kestabilan harga dan nilai tukar
merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi
masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu,
tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia
selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan
nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung
pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar rupiah.
Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 sasaran kebijakan
moneter Bank Indonesia hanya satu (single objective), yaitu memelihara
kestabilan nilai rupiah. Hal ini berbeda dengan Undang-undang tentang Bank
Sentral yang lama, yaitu UU No. 13 tahun 1968, yang menuntut Bank Indonesia
untuk memenuhi beberapa sasaran sekaligus (multiple objectives), yakni
mendorong kegiatan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, yang pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling
bertolak belakang, terutama dalam jangka pendek.
Untuk mencapai tujuan di atas, Bank
Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kerangka kebijakan moneter yang
didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar atau yang di kalangan
akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut
Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai
sasaran operasional kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang
terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, diharapkan juga ikut
terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan
permintaan agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang
seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai
tukar dapat bergerak stabil.
Dengan menggunakan kerangka kebijakan
moneter seperti telah diuraikan di atas, Bank Indonesia pada periode awal krisis
ekonomi, terutama selama tahun 1998, menerapkan kebijakan moneter ketat untuk
mengembalikan stabilitas moneter. Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan
karena dalam periode itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi
dan jumlah uang beredar meningkat sangat pesat.
Di tengah tingginya ekspektasi
inflasi dan tingkat risiko memegang rupiah, upaya memperlambat laju pertumbuhan
uang beredar telah mendorong kenaikan suku bunga domestik secara tajam. Suku
bunga yang tinggi diperlukan agar masyarakat mau memegang rupiah dan tidak
membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak mendesak serta tidak menggunakannya
untuk membeli valuta asing.
Upaya pemulihan kestabilan moneter
melalui penerapan kebijakan moneter ketat yang dibantu dengan upaya pemulihan
kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional mulai memberikan hasil positif
sejak triwulan IV 1998. Pertumbuhan uang beredar yang melambat dan suku bunga
simpanan di perbankan yang tinggi telah mengurangi peluang dan hasrat
masyarakat dalam memegang mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah
berangsur surut. Sejak pertengahan tahun 1998 nilai tukar rupiah terhadap USD
cenderung menguat dan kemudian bergerak relatif stabil selama tahun 1999.
Sesuai dengan sistem nilai tukar mengambang yang diterapkan
sejak 14 Agustus 1997, perkembangan nilai tukar rupiah lebih banyak ditentukan
oleh mekanisme pasar. Di dalam sistem tersebut, penguatan nilai tukar rupiah
yang terjadi sejak pertengahan 1998 hingga akhir 1999 lebih banyak disebabkan
oleh meredanya tekanan permintaan valas sejalan dengan terkendalinya jumlah
uang beredar dan turunnya ekspektasi inflasi.
Bank Indonesia hanya melakukan
penjualan valas melalui mekanisme pasar pada harga pasar untuk mensterilisasi
atau menyedot kembali ekspansi moneter yang berasal dari pembiayaan defisit
anggaran pemerintah dan bukan terutama itujukan untuk mengarahkan nilai tukar
rupiah ke suatu tingkat tertentu. Pelaksanaan penjualan valas itu pun tidak
sampai membahayakan posisi cadangan devisa Bank Indonesia karena menggunakan
devisa yang berasal dari penarikan hutang luar negeri pemerintah yang memang
diperuntukkan untuk mendukung pembiayaan defisit anggaran pemerintah.
Nilai tukar rupiah yang menguat serta
didukung oleh pasokan dan distribusi barang-barang kebutuhan pokok yang membaik
telah mendorong penurunan laju inflasi sejak awal triwulan IV 1998. Bahkan,
laju inflasi bulanan yang sempat mencapai 12,67% pada bulan Februari 1998,
mencatat angka negatif atau deflasi dalam bulan Oktober 1998. Deflasi tersebut
kemudian berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut selama periode Maret –
September 1999. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama tahun 1999
hanya mencapai 2,0%, jauh lebih rendah daripada laju inflasi selama tahun 1998
yang mencapai 77,6%. Berarti Indonesia telah berhasil mengelakkan bahaya
hiperinflasi yang sempat mengancam selama paruh pertama 1998.
Dalam perkembangan selanjutnya, laju
inflasi yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah yang telah jauh menguat
dibandingkan di masa puncak krisis telah memberikan ruang gerak bagi Bank
Indonesia untuk memperlonggar kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku
bunga domestik. Sebagai cerminan kebijakan moneter yang agak longgar,
pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang primer yang sebelumnya terus
diturunkan hingga mencapai 11,2% pada Juni 1999, sejak awal semester II 1999
mulai dinaikkan hingga mencapai 15,7% pada Maret 2000. Sejalan dengan itu, suku
bunga SBI 1 bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark) bagi
bank-bank terus menurun dari level tertinggi 70,58% pada September 1998 menjadi
11,0% pada akhir April 2000. Penurunan suku bunga SBI yang cukup tajam itu
diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan simpanan perbankan
dengan laju penurunan yang hampir sama.
Adapun
para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter
adalah apabila Negara tersebut:
·
Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
- Mengalami inflasi yang tidak terkontrol
- Defisit neraca pembayaran yang besar
- Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
- Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika
ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan Negara
tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.
G.
Peran dan Dampak Kebijakan Moneter di
Indonesia.
Kebijakan
moneter yang dilakukan Indonesia dan dampaknya terhadap Perekonomian
Indonesia.Dalam sistem nilai tukar bebas dan perfect capital mobility,kebijakan
moneter lebih efektif dibandingkan kebijakan fiskal dalam upaya mencapai
keseimbangan dan stabilitas makroekonomi.Kebijakan moneter lebih berperan dalam
menstimulasi pemulihan ekonomi.Kebijakan moneter yang efektif menjanjikan
tercapainya inflasi yang rendah,stabilitas nilai tukar,dan suku bunga.
Salah
satu dampak dari kapitalisme yakni uang berfluktuasi tak terkontrol tanpa ada
standar acuan yang baku. Konsep uang yang semula digunakan sebagai:
- alat pertukaran atau media pembayaran
- alat untuk menyimpan nilai
- alat satuan hitung
- juga dipakai sebagai alat spekulasi.
Ketika
uang diperdagangkan di pasar valuta asing nilainya akan terus berfluktuasi
mengikuti harga pasar (supply and demand). Berdasarkan realita, kurs pertukaran
uang sesungguhnya dengan fiat money, dimana uang dijadikan komoditas
perdagangan amat sangat merugikan individu maupun tatanan masyarakat. Sebagai
contoh jumlah hutang luar negeri Indonesia yang semula US$ 102 Milyar hanya
dalam waktu satu tahun naik lima kali lipat menjadi US$ 510 Milyar, akibatnya
dana yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat sesuai
dengan amanat UUD 1945, sebagian besar disedot untuk membayar bunga dan pokok
pinjaman. Untuk menutup defisit APBN kembali pemerintah harus mengandalkan
hutang sebagai sumber pendanaan.
Para
ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter
adalah apabila Negara tersebut:
- memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
- mengalami inflasi yang tidak terkontrol
- defisit neraca pembayaran yang besar
- kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
- tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika
ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara,maka dapat dipastikan Negara
tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang
membahas tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan
tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu negara.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas
Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan
barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan
kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara
lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut
yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan
sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami
kesulitan likuiditas.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan
yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni
menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat
dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer
pada sektor riil.
B. Saran
Berdasarkan
kajian mengenai kebijakan moneter, kapasitas dan kualitas dari tiap tiap
komponen kebijakan ini sudah sangat baik. Namun, progressif atau tidaknya
kebijakan ini bergantung pada realitas yang ada. Kebanyakan teori memang dapat
dianggap sesuai dengan idealism kita. Tapi, ketidakdisiplinan dalam menerapkan
teori tersebut merupakan suatu hal yang sia sia. Oleh karena itu, di samping
teori yang di buat itu memiliki kualitas yang baik, itu juga harus di barengi
dengan disiplin yang tinggi dalam penerapannya
DAFTAR PUSTAKA
Bernanke,
Ben (2006). “Agregat Moneter dan Kebijakan Moneter di Federal Reserve: Sebuah Perspektif Sejarah” . Federal .
BM
Friedman ,(2001) “Kebijakan Moneter,” Abstrak. ” Ensiklopedi Internasional
& Perilaku Ilmu Sosial”. hal 9976-9984.
Mahendra,
A. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia. Universitas Sumatra Utara: Medan.
1961-2006″
:. Federal Reserve Bank of St Louis Review (89 171
Rogoff,
Kenneth , 1985. “Komitmen optimal ke Target Moneter Intermediate”, Quarterly
Journal of Economics 100, hal 1169-1189
Adiningsih,
Sri. 2000. “Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia“. PT. Gramedia,
Jakarta.
Boediono,
“Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”,Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli
1998.
Sarwono,
Hartadi A., dan Perry Warjiyo, “Mencari Paradigma Baru ManajemenMoneter
dalam Sistem Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk Penerapannya
di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, BankIndonesia,
Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar